PT UnichemCandi Indonesia mengklaim menyerap garam untuk konsumsi 100 persen dari petani lokal. Unichem hanya mengimpor garam dari luar negeri untuk kebutuhan industri dan aneka pangan.
“Untuk kebutuhan industri, 100 persen dari impor, kalau untuk kebutuhan konsumsi 100 persen dari garam rakyat,” kata kuasa hukum PT Unichem, Frederick Yunadi di Surabaya, Kamis (27/8/2015).
Sementara untuk garam rafinasi yang diberi merek ‘Refina’, Frederick mengakui bahwa garam yang berwarna putih itu berasal dari garam lokal. Garam lokal yang kualitasnya rendah itu dirafinasi hingga menghasilkan garam konsumsi yang lebih baik kualitasnya.
Baca artikel detiknews, “Unichem Klaim Serap Garam Konsumsi 100 Persen dari Petani Lokal”
“Itu garam lokal, diproses, dibikin halus, kebersihannya ditingkatkan, keringnya dikeringkan, dikasih bahan chemical supaya tidak lengket-lengket. Itu 100 persen dari lokal,” imbuhnya.
Namun, berapa persen serapan garam lokal yang dilakukan Unichem, tidak dijelaskan oleh Frederick. Untuk diketahui, importir diwajibkan menyerap 50 persen garam petani lokal untuk kebutuhan garam konsumsi.
“Bukan 50 persen, kata siapa 50 persen, tidak ada ketentuan itu. 1 Persen pun boleh,” tangkisnya.
Frederick lalu bicara soal garam industri. Menurut dia, pemerintah tidak mewajibkan importir untuk menyerap garam untuk kebutuhan industri dari petani lokal.
Untuk kebutuhan industri ini, PT Unichem mengimpor. Sebab, menurutnya, kualitas garam lokal tidak memenuhi SNI untuk pemenuhan garam untuk industri.
“Karena garam Indonesia tidak ada yang memenuhi syarat untuk garam industri. Karena dalam syarat memintakan NaCL-nya minimum 99 persen, sedangkan garam kita maksimumnya 80-84 persen,” paparnya.
Unichem sendiri sudah berupaya meningkatkan kualitas garam lokal untuk keperluan industri. Namun ongkos teknologinya lebih mahal. Frederick lalu menganalogikannya dengan tingkat oktan bensin premium.
“Contoh kita punya bensin premium oktannya 50-60 persen. Bisa kita kasih obat naikkan jadi 90-95, tetapi kalau kita kasih obat itu mahal. Unichem sudah berusaha menaikkan oktan, tetapi tetap tidak memenuhi syarat,” ungkapnya.
Di sisi lain, kadar air garam lokal yang tinggi juga tidak memenuhi syarat untuk kebutuhan garam industri.
“Garam Indonesia kadar airnya di atas 9,5 persen, kadar garam Australia kadar airnya di bawah 1,2 persen. Pabrik hanya bisa menyerap kadar airnya itu maksimum 2,5 persen, sehingga garam Indonesia kalau digunakan untuk industri itu tidak memenuhi syarat,” tuturnya.
(mei/dra)
WhatsApp us